Artikel, Event

RPDH Silaturahmi Gemapala Unimas

Selasa (11 Februari 2020), Rumah Pengetahuan Daulat Hijau (RPDH) melakukan silaturahmi ke rekan-rekan “Gerakan Mahasiswa Pencinta Alam” Universitas Mayjend Sungkono (Gemapala Unimas) Kota Mojokerto, Jawa Timur.

Antusiasme dari rekan-rekan UKM Gemapala menyambut dengan hangat kedatangan kami dari Kab. Jombang. Lalu kunjungan kali ini dibarengi dengan lingkaran diskusi hal-hal terkait dinamika Alam dan Kepencintaan Alam.

Diskusi yang dimoderatori oleh Anta Tanjung ini, dilangsungkan di teras lantai 2 Ruang UKM Gemapala. Tanjung  mengatakan, Kegiatan ini merupakan proses belajar bersama perihal Alam, Sumber Daya Alam (SDA), dan segala aspek yang terkait di dalamnya.

Kemudian diskusi dipantik oleh Fahmi Saiyfuddin selaku pegiat RPDH Jombang. Fahmi memulai dengan sebuah pertanyaan sederhana “Siapa Itu Pencinta Alam ?”.

pertanyaan ini merupakan refleksi bagi kita bersama, sebenarnya identitas Pencinta Alam itu pantas disandingkan kepada siapa. Lalu, Ahmad selaku pegiat Gemapala, menanggapi pertanyaan tersebut dengan :

“Sebenarnya saya sendiri merasa belum pantas disebut Pencinta Alam jika berkaca pada prilaku sehari-hari, namun menurut saya Pecinta Alam adalah berkontribusi kepada alam itu sendiri….” menurut Ahmad.

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Fahmi menceritakan asal mula istilah Pecinta Alam di Negeri ini dicetuskan oleh aktivis yang bernama Soe Hok Gie pada tahun 1964. Invasi militer kala itu, menyulut Gie membentuk sebuah gerakan “Pencinta Alam” yang bertujuan untuk kebebasan sipil (baca: Catatan Seorang Demonstran).

Namun dewasa ini, identitas Pencinta Alam mengalami titik ‘pragmatis’ karena hanya sebatas pendakian gunung atau menjelajah di alam bebas, namun bungkam terhadap aspek-aspek yang berpotensi merusak Alam.

Mengutip data Walhi Jatim, tercatat setidaknya ada 434 kejadian Bencana Ekologis pada 2017, sepeti banjir, longsor, abrasi dan kekeringan akibat ulah tangan manusia. Merucut pada Mojokerto, belum lama terdapat 3 warga desa yang berjalan kaki menuju Istana Negara sebagai protes terhadap Tambang Galian C di Desa Lebak Jabung, Jatirejo yang merusak alam mereka.

Lagi-lagi Fahmi menyutarakan pertanyaan, dengan berkaca kepada data tersebut haruskah seorang Pencinta Alam memikirkan hal tersebut ? Salah satu peserta menjawab: “Harus, bahkan wajib”.

Fahmi menarasikan secara singkat, “Pencinta” adalah orang yang mencintai dan “Alam” ialah segala yang berada di sekeliling kita seperti bumi, air, udara, tanah, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Hematnya “Pencinta Alam” adalah seorang yang berupaya penuh menjaga kelestarian alam.

Setelah itu, pemateri menutup pembahasannya dengan statement :

“Sudah saatnya identitas sebagai “Pencinta Alam” harus selaras dengan aktualitas. Mempelajari segala yang berpontesi merusak alam, lalu sadar secara dini untuk mencegahnya. Sebagaimana orang yang mencintai, pasti dia akan segenap jiwa dan raga berupaya menjaga yang dicintainya. Jadilah pencinta alam yang benar-benar mencintai alam untuk kelestarian alam dan kehidupan yang akan datang.”

Tidak berhenti sampai di situ, Iswan Taufiq yang berasal dari Kepulauan Kangean, Kab. Sumenep, yang juga lingkar pegiat RPDH menambahkan sedikit bagaimana dampak sosial dari Ekploitasi Migas yang tidak memberikan manfaat terhadap penduduk setempat.

Fakta tersebut dibuktikan dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai Buruh Migran. Disamping itu, CSR yang diberikan tidak sebanding jika dikalkulasikan dengan laba hasil penjualan migas. Timbul sebuah pertanyaan, lantas apa bedanya mereka dengan maling ?

Terlebih jika terjadi bencana ekologis, siapa yang sangat dirugikan ? Penduduk setempat pastinya. Mereka tidak lain hanyalah “pemerkosa” alam demi birahi kekayaan segelintir orang saja, sedangkan masyarakat hanya dapat ampas serta dampak sosial, tutur Iswan menutup pembicaraanya.

Fahmi (RPDH); Baihaqi (Gemapala); dan Iswan (RPDH)

Pertemuan silaturahmi dan diskusi ini merupakan rangkaian merajut jaring-jaring pergerakan, dengan belajar bersama memupuk pengetahuan sebagai pengantar guna menciptakan gerakan pelestarian alam untuk kehidupan yang akan datang. (Admin/RPDH)

Tinggalkan komentar