Artikel, Event

Ngaji Ekonomi-Politik #1

Uraian ini merupakan catatan diskusi Ngaji Ekonomi-Politik yang diselenggarakan oleh Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam, disingkat FNKSDA daerah Jombang, yang bertempat di Rumah Pengetahuan Daulat Hijau Jombang.

Dengan buku: “Geneologi Kapitalisme: Antropologi dan Ekonomi Politik Pranata Eksploitasi Kapitalistik” karya Dede Mulyanto sebagai acuan materi serta bahan bacaan, serta difasilitatori langsung oleh Fahmi Saiyfuddin selaku Koordinator Daerah FNKSA Jombang.

Berikut ringkasan catatannya:

Ekonomi : Barang dan/atau Jasa serta Peredarannya. Sederhananya Ekonomi adalah : Corak Produksi, Distribusi, dan Konsumsi

Politik : Segala sesuatu yang menyangkut pada ‘kekuasaan’. Baik meraih, merebut, mempertahankan, atau pilihan sikap atas kekuasaan.

Bab I
Asal-usul Produksi Kapitalis

Ciri Kapitalisme

Ibn Khaldun mengatakan: “dengan tidak adanya kerja, maka tidak ada produksi”. Produksi adalah mengubah sesuatu menjadi sesuatu yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. (hal. 12)

Eric Wolf (1990: 73-100) mengemukakan bahwa terdapat 3 Organisasi kerja.

  1. Berbasis Hubungan Kekeluargaan
  2. Perupetian zaman feodal
  3. Produksi Kapitalis

Ciri-ciri Kapitalisme

  1. Kepemilikan Pribadi bersifat Absolut
  2. Keterpilahan antara kelas pemilik sarana produksi (Kapitalis) dengan kelas yang tidak memiliki alat produksi (Proletariat/Buruh)
  3. Sistem Kerja Upahan
  4. Keharusan Akumulasi guna menciptakan Laba, Nilai Lebih, atau Riba.

Definisi Kapitalisme:
Kapitalisme adalah sistem produksi dan re-produksi yang berdasarkan pada ‘relasi sosial’ antara Kapitalis dengan Buruh

  1. Kapitalis memiliki alat produksi, Buruh memiliki tenaga kerja.
  2. Kapitalis melalukan komando produksi, Buruh melakukan aktivitas produksi.
  3. Kapitalis mendapatkan laba/nilai lebih, Buruh mendapatkan upah.
  4. Kapitalis menggunakan nilai lebih untuk akumulasi (re-produksi), Buruh menggunakan upah untuk subsistensi (bertahan hidup).

Komodifikasi Tanah dan Tenaga Kerja

Komodifikasi adalah proses menjadikan sesuatu yang sebelumnya bukan komoditas menjadi komoditas (sesuatu yg bisa dipertukarkan).

Ciri-ciri Komoditas

  1. Diproduksi
  2. Diluar Tubuh Manusia
  3. Hasil Kerja Manusia
  4. Dapat dipertukarkan (Jual-Beli)

Di era Kapitalisme ciri-ciri komoditas no. 1,2,3 berubah. Sedangkan ciri-ciri no. 4 tetap.

Contohnya Tanah dan Air. Tidak ada manusia yang memproduksi Tanah dan Air, Tanah awalnya bukan komoditas sebab Tanah adalah sarana produksi dan tidak diproduksi oleh manusia. Begitu pun Air, pada dasarnya tidak ada pabrik yang memproduksi Air, pabrik hanya memproduksi ‘kemasan Air’ berupa plastik, lalu mendistribusikannya pada konsumen. Namun, di era-Kapitalisme, Tanah dan Air dikomodifikasi menjadi barang komoditas yang diperjual-belikan.

Contoh lain ialah Tenaga Kerja. Tenaga Kerja ada ‘di dalam Tubuh Manusia’ dan bukan ‘Hasil Kerja Manusia’. Di era Kapitalisme, Tenaga Kerja dikomodifikasi / dijadikan Komoditas yg bisa dipertukarkan / diperjual-belikan kepada kelas Kapitalis. Buruh menjual Tenaga kerjanya pada Kapitalis, dan Kapitalis membeli tenaga kerja Buruh dengan Upah dengan berupa sejumlah tententu uang.

Proletarisasi

Proletarisasi adalah pemisahan sarana produksi (berupa Tanah) dari prodesen langsung (yakni Petani penggarap), dan menjadikannya sebagai Buruh. Sebab adanya kepemilikan pribadi absolut atas sarana Produksi.

Catatan:

Eric Wolf (Wolf, 1990: 79) “Kapitalisme menjadi Kapitalisme harus-lah Kapitalisme-dalam-produksi”. (hal. 22)

Kapitalisme adalah ‘Corak Produksi’, bukan Pasar. Namun pasar menjadi pranata pokok, karena Pasar merupakan tempat pertukaran guna menciptkan Laba dan Nilai Lebih.

(Admin/RPDH)

Artikel, Event

Madrasah Al Hikam Memperingati Hari Peduli Sampah Nasional

Ibu Hj. Maftuhah Mustiqowati, M. Pd. bersama para siswa/siswi peserta EcoBrick. (22/02/2020)

Kita semua sepakat bahwa sampah merupakan masalah bagi bersama. Tanpa kita sadari negeri ini ternyata menjadi rangking 2 penghasil sampah di Dunia setelah Tiongkok. Pada tahun 2019 saja, produksi sampah plastik mencapai 175.000 ton setiap harinya. Dengan jumlah tersebut, sampah plastik di Indonesia diperkirakan mencapai 64 juta ton, bahkan lebih.

Dalam menanggulangi sampah plastik, Madrasah Al-Hikam yang beralamat di Jl. Masjid, Jatirejo, Kec. Diwek, Kab. Jombang, Jawa Timur menggelar “Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional” dengan aksi kreatif dan inovatif bertajuk “Mengubah Polusi Menjadi Solusi”.

Peringatan yang diikuti oleh 250 civitas akademik siswa/siswi Madrasah Al-Hikam Jombang, didukung penuh dengan kehadiran Kasi Pendma Kemenag Jombang, Bapak M. Arif Hidayatullah, M. Pd., Ketua Pokjawas Kemenag, Bapak Drs. H. Ubaidillah, dan Ketua BMKS Jombang, Bapak H. A. Choiri.

Dengan dipimpin oleh Ketua Yayasan Mambaul Hikam, Bapak H. M. Irfan, M. HI., serta Pengawas Madrasah Al-Hikam, Bapak Asy’ari, M. Pd., dan Bapak H, Sunoto, M. Pd. Melakukan aksi bersih-bersih sepanjang Jl. Masjid, Jatirejo, Diwek, Jombang hingga Kawasan Makam Gus Dur (KMGD) dengan membawa 40 kantong sampah pada Jum’at (21 Februari 2020).

Kemudian pada hari berikutnya Sabtu (22 Februari 2020), Madrasah Al-Hikam mengadakan “WorkShop EcoBrick” bersama 29 Lembaga Pendidikan jenjang SD/MI dan SMP/MTs se-Kab. Jombang, sebagai upaya daur ulang sampah plastik yang menjadi momok mematikan bagi alam dan segala yang hidup di dalamnya.

Di zaman yang sudah modern dan seba praktis tentu sulit terhindar dari pengunaan plastik. Pengunaan yang tidak bijak telah menghantarkan negeri ini menjadi peringkat kedua penghasil sampah, plastik khususnya.

Ecobrick merupakan langkah minimum dalam menanggulangi hal tersebut, mengingat plastik jika dibakar akan mengotori udara, jika dibuang akan menghasilkan masalah baru di Tempat Pembungan Akhir (TPA) yang bahkan tercecer hingga ke sungai dan laut, serta menyebabkan ikan-ikan tercemar microplastic penyebab ‘kangker’ serta membunuh banyak biota laut lainnya.

Kepala Madrasah Al-Hikam, Ibu Hj. Maftuhah Mustiqowati, M. Pd., selaku tutor dalam kegiatan EcoBrick menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk merawat dan menjaga bumi dari sampah plastik. Beliau juga mengutarakan bahwa peran manusia sebagai Kholifah fi al-Ard (Pemimpin di Bumi) wajib menjaga segala yang diciptakan oleh Allah. Sebagaimana dalam QS Al-A’raf : 56;

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا

“dan Jangan kalian membuat kerusakan di Bumi setelah (Allah) memperbaikinya…” (QS. Al-A’raf : 56).

Disamping bersih-bersih sampah lalu dilanjut Ecobrick, Madrasah Al-Hikam juga telah melakukan aksi pembuatan lubang Biopori di Kantor Kemenag Jombang pada Jum’at (14 Februari 2020), serta pada saat aksi bersih-bersih di sekitar KMGD. Tidak berhenti disitu, bulan mendatang Madrasah Al-Hikam juga akan membuatkan Lubang Biopori kepada lembaga yang ikut serta meriahkan Hari Peduli Sampah Nasional.

Langkah kongkret ini tidak lain merupakan aplikasi dari dakwah bi al-Hal (dengan tindakan). Bukan melulu berbicara ‘Air Suci mensucikan atau Kebersihan sebagian dari Iman’, namun bagaimana cara kita menjaga kesucian tersebut yang merupakan sarana vital menunjang Ibadah kita, dan kehidupan seluruh umat manusia.(Admin/RPDH)

Artikel, Event

RPDH Silaturahmi Gemapala Unimas

Selasa (11 Februari 2020), Rumah Pengetahuan Daulat Hijau (RPDH) melakukan silaturahmi ke rekan-rekan “Gerakan Mahasiswa Pencinta Alam” Universitas Mayjend Sungkono (Gemapala Unimas) Kota Mojokerto, Jawa Timur.

Antusiasme dari rekan-rekan UKM Gemapala menyambut dengan hangat kedatangan kami dari Kab. Jombang. Lalu kunjungan kali ini dibarengi dengan lingkaran diskusi hal-hal terkait dinamika Alam dan Kepencintaan Alam.

Diskusi yang dimoderatori oleh Anta Tanjung ini, dilangsungkan di teras lantai 2 Ruang UKM Gemapala. Tanjung  mengatakan, Kegiatan ini merupakan proses belajar bersama perihal Alam, Sumber Daya Alam (SDA), dan segala aspek yang terkait di dalamnya.

Kemudian diskusi dipantik oleh Fahmi Saiyfuddin selaku pegiat RPDH Jombang. Fahmi memulai dengan sebuah pertanyaan sederhana “Siapa Itu Pencinta Alam ?”.

pertanyaan ini merupakan refleksi bagi kita bersama, sebenarnya identitas Pencinta Alam itu pantas disandingkan kepada siapa. Lalu, Ahmad selaku pegiat Gemapala, menanggapi pertanyaan tersebut dengan :

“Sebenarnya saya sendiri merasa belum pantas disebut Pencinta Alam jika berkaca pada prilaku sehari-hari, namun menurut saya Pecinta Alam adalah berkontribusi kepada alam itu sendiri….” menurut Ahmad.

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Fahmi menceritakan asal mula istilah Pecinta Alam di Negeri ini dicetuskan oleh aktivis yang bernama Soe Hok Gie pada tahun 1964. Invasi militer kala itu, menyulut Gie membentuk sebuah gerakan “Pencinta Alam” yang bertujuan untuk kebebasan sipil (baca: Catatan Seorang Demonstran).

Namun dewasa ini, identitas Pencinta Alam mengalami titik ‘pragmatis’ karena hanya sebatas pendakian gunung atau menjelajah di alam bebas, namun bungkam terhadap aspek-aspek yang berpotensi merusak Alam.

Mengutip data Walhi Jatim, tercatat setidaknya ada 434 kejadian Bencana Ekologis pada 2017, sepeti banjir, longsor, abrasi dan kekeringan akibat ulah tangan manusia. Merucut pada Mojokerto, belum lama terdapat 3 warga desa yang berjalan kaki menuju Istana Negara sebagai protes terhadap Tambang Galian C di Desa Lebak Jabung, Jatirejo yang merusak alam mereka.

Lagi-lagi Fahmi menyutarakan pertanyaan, dengan berkaca kepada data tersebut haruskah seorang Pencinta Alam memikirkan hal tersebut ? Salah satu peserta menjawab: “Harus, bahkan wajib”.

Fahmi menarasikan secara singkat, “Pencinta” adalah orang yang mencintai dan “Alam” ialah segala yang berada di sekeliling kita seperti bumi, air, udara, tanah, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Hematnya “Pencinta Alam” adalah seorang yang berupaya penuh menjaga kelestarian alam.

Setelah itu, pemateri menutup pembahasannya dengan statement :

“Sudah saatnya identitas sebagai “Pencinta Alam” harus selaras dengan aktualitas. Mempelajari segala yang berpontesi merusak alam, lalu sadar secara dini untuk mencegahnya. Sebagaimana orang yang mencintai, pasti dia akan segenap jiwa dan raga berupaya menjaga yang dicintainya. Jadilah pencinta alam yang benar-benar mencintai alam untuk kelestarian alam dan kehidupan yang akan datang.”

Tidak berhenti sampai di situ, Iswan Taufiq yang berasal dari Kepulauan Kangean, Kab. Sumenep, yang juga lingkar pegiat RPDH menambahkan sedikit bagaimana dampak sosial dari Ekploitasi Migas yang tidak memberikan manfaat terhadap penduduk setempat.

Fakta tersebut dibuktikan dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai Buruh Migran. Disamping itu, CSR yang diberikan tidak sebanding jika dikalkulasikan dengan laba hasil penjualan migas. Timbul sebuah pertanyaan, lantas apa bedanya mereka dengan maling ?

Terlebih jika terjadi bencana ekologis, siapa yang sangat dirugikan ? Penduduk setempat pastinya. Mereka tidak lain hanyalah “pemerkosa” alam demi birahi kekayaan segelintir orang saja, sedangkan masyarakat hanya dapat ampas serta dampak sosial, tutur Iswan menutup pembicaraanya.

Fahmi (RPDH); Baihaqi (Gemapala); dan Iswan (RPDH)

Pertemuan silaturahmi dan diskusi ini merupakan rangkaian merajut jaring-jaring pergerakan, dengan belajar bersama memupuk pengetahuan sebagai pengantar guna menciptakan gerakan pelestarian alam untuk kehidupan yang akan datang. (Admin/RPDH)

Artikel, Event

RPDH Sowan PonPes. Manba’ul Hikam

Fahmi Saiyfuddin & Hj. Maftuhah Mustiqowati S.Ag., M.Pd.

Kamis (23/01/2020) pagi, Fahmi Saiyfuddin selaku perwakilan dari Rumah Pengetahuan Daulat Hijau (RPDH) melakukan sowan atau bersilaturahim ke Pondok Pesantren Manba’ul Hikam di Nanggungan, Jatirejo, Kec. Diwek, Kab. Jombang, Jawa Timur.

Sowan yang diterima oleh Hj. Maftuhah Mustiqowati S.Ag., M.Pd. atau yang lebih dikenal dengan Ibu Nyai Ika selaku pengurus serta pengasuh Pondok Pesantren Manba’ul Hikam ini disambut dengan ramah dan terbuka di halaman Joglo MA Manba’ul Hikam.

Sowan yang kami ingin mencari tahu, bagaimana pandangan serta kegiatan apa yang telah diimplementasikan Pondok tersebut dalam upaya menjaga lingkungan hidup yang hari ini menemukan titik prihatin.

Beliau mengutarakan bahwa kurangnya kesadaran pada lembaga pendidikan islam khusunya Pondok Pesantren, terkait kebersihan serta menjaga kelestarian lingkungan yang kian hari menimbulkan masalah di berbagai tempat, memotivasi untuk berinovasi mendidik santri-santrinya untuk terjun aktif dalam menjaga lingkungan.

Terlebih Islam sebagai Agama yang Rahmatan lil ‘Alamiin tentu menjunjung tinggi kebersihan dan nilai kesucian. Fakta ini diperkuat dengan dalil-dalil dalam Al-Qur’an, Hadits, Fikih, serta Ushul Fikih tentang kewajiban menjaga kebersihan. Namun minimnya kesadaran membuat fatwa tersebut belum dapat direalisasikan secara optimal, tutur Beliau.

Memperhatikan secara detail setiap sudut Pondok, Sekolah, serta sarana lain supaya terbebas dari sampah, mengawasi setiap santri untuk tertib dan disiplin membuang sampah pada tempatnya, serta sesuai dengan jenis sampah tersebut adalah hal yang tak bosan dilakukan Ibu Nyai Ika pada setiap harinya.

kemudian Beliau juga melakukan workshop ‘Ekobrik’ kepada para santri sebagai langkah minimun mendaur ulang sampah plastik. Mengingat Indonesia hari ini adalah penghasil sampah plastik terbanyak nomer 2 setalah China.

Dengan tekad gigih serta istiqomah dakwah menyuarakan kebersihan lingkungan di Pesantren, turut mengundang perhatian dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jombang, dan Aparatur Pemeritah Jombang, bahkan Menteri Lingkungan Hidup serta Kementerian Agama, untuk mendukung inovasi Pengasuh Ponpes Manba’ul Hikam supaya dikembangkan di lembaga Pesantren lainnya.

Ibu Nyai Ika juga mengungkapkan keprihatinan serta krtitik terhadap lembaga pendidikan islam, Pesantren khusunya, untuk seharusnya tumbuh kesadaran akan kebersihan lingkungan. Mengingat santri sebagai penerus estafet dakwah sang Nabi harus menjadi cerminan baik kelak saat sudah pulang dan turun bersama masyarakat.

Santri yang merupakan komunitas besar di Negeri ini seharusnya mengaplikasikan mahfuzhot “an-Nazhofah min al-Iman”: kebersihan sebagian dari iman, atau “at-Thohuur Syathru al-Iman”: Kesucian adalah Syarat Iman (HR. Muslim) diberbagai tempat. Sebagai bentuk amaliyah Islam Rahmatan lil ‘Alamiin dengan menjaga kelestarian Alam.

Karena tidak dapat dipungkiri manusialah penyebab daripada pengruskan alam, sebagaimana dalam QS. Ar-Rum: 41, Allah berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan ulah tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum: 41)

Dengan demkian, manusia itu sendirilah yang harus bertanggung jawab atas perbuatan yang mereka perbuat.

Maka sudah saatnya Pesantren, dan Santri sebagai wadah serta kaderisasi penerus ‘Dakwah Sang Nabi’ menjadi Pelopor serta Motor Penggerak menjaga kebersihan lingkungan demi kelestarian alam untuk keberlangsungan umat di masa yang akan datang. Aamiin. (Redaksi/RPDH)